Males Ah, Nerbitin Buku di Penerbit Indie itu!

Pernah denger selentingan tentang pemasaran penerbit indie yang kurang WAW? Atau bahkan dirimu sendiri yang dongkol karena tahu buku yang kamu terbitkan di salah satu penerbit indie, hanya dipasarkan beberapa hari, lalu seperti dilupakan begitu aja?
Nah, di tulisan kali ini saya mau sedikit membuka pikiran kamu mengenai ‘keras’nya dunia penerbitan.
Sebelum mengirimkan karyamu ke penerbit indie, apa sih yang mendorongmu untuk menerbitkan buku? Karena ingin populer kah? Ingin punya karya yang nyata kah? Ingin karyamu dibaca orang kah? Atau ingin royalti melimpah? Atau malah ingin semuanya?
Sebelum mengirimkan karya ke penerbit, coba raba hati kamu, apa sih yang kamu cari? Kalau sudah ketemu, kamu pasti juga akan tahu, ke mana kamu harus kirimkan karya terbaikmu itu.

Jika yang kamu cari adalah... kepopuleran
Sebelum benar-benar menjadi penulis, mungkin kamu pernah berkhayal bahwa kamu akan menulis cerita-cerita dengan plot, ide, dan alur yang super dan banyak orang mengagumi karya hebatmu itu. Jika itu yang kamu inginkan, kamu bisa menerbitkan karyamu di mana saja. Kepopuleran sebuah karya bukan hanya terletak pada hebatnya cerita saja, tetapi peran promosi juga sangat penting. banyak karya yang terkesan hebat di luar sana karena promosinya begitu gencar, penulisnya ngadain bedah buku untuk judul buku yang sama berkali-kali, padahal setelah dibaca karyanya menurut banyak pembaca...biasa aja.

Begitu juga dengan kepopuleran penulis. Penulis populer bukan terletak pada karyanya saja lho, buktinya DY, penulis kontroversial di dunia maya beberapa waktu lalu sempat sangat populer karena ke-PEDE-annya mempromosikan karyanya. Tak tanggung-tanggung, cara promosinya juga lumayan ekstrim. Nah, kalo kamu ingin populer, jangan lupa, kamu harus PEDE dan percaya bahwa karyamu itu luar biasa dan pantas dibaca. Tentunya, tidak hanya dengan modal PEDE saja, kalau bisa karyamu juga harus bagus dan bermutu. Menjadi penulis pendatang baru, selain pintar membuat karya, kita juga harus pintar 'membeli' minat pembeli buku. Pembeli bukumu, pasti akan kembali membeli buku-bukumu yang lain jika dari buku pertamamu yang mereka beli, mereka sukai. Jika dari pertama membeli buku perdanamu dan cerita yang kamu tulis masih acakadut, dijamin jika kamu menerbitkan buku lagi mereka pasti NGGA AKAN MAU BELI!

Jika yang kamu cari, hanya ingin berkarya dan karyamu bisa dibaca orang...
Jika kamu berniat menulis buku hanya karena agar ingin dibaca orang, sebetulnya tidak diterbitkan menjadi sebuah buku pun juga pasti akan dibaca. Misalnya, tulisanmu kamu posting di  media sosial, sudah pasti karyamu akan dibaca. Kalaupun tidak pernah dipublikasikan dan kamu berniat mengirimkan ke penerbit indie untuk diterbitkan menjadi sebuah buku, minimal karyamu sudah dibaca oleh dua atau tiga orang editor penerbit sekaligus.

Tipe-tipe penulis seperti ini memang tidak gila pamor dan royalti. Bagi mereka, karya mereka sudah dibaca saja, itu sudah sangat cukup dan memiliki kelegaan tersendiri. Nah, kalau mau yang lebih ekstrim agar karyamu dibaca banyak orang, cetak bukumu sebanyak mungkin dan sumbangkan ke perpustakaan-perpustakaan atau taman baca. Atauuu... rekomendasikan buku-bukumu tersebut di perpustakaan di kotamu, jika bagus dan bermanfaat biasanya pihak perpustakaan akan meminta cetakkan bukumu dalam jumlah yang banyak dengan dana dari mereka alias mereka mau beli. Lumayan kan, ketulusanmu dalam berkarya pada akhirnya bisa menghasilkan uang juga, tho.

Ada lagi kisah teman-teman penulis yang semula hanya ingin agar karyanya dibaca saja. Tapi, setelah penulis tersebut pede untuk menerbitkan karyanya ke penerbit indie, penerbit indie yang baik hati tersebut menilai bahwa karyanya sangat bagus dan layak untuk diterbitkan secara mayor. Alhasil, penerbit tersebut membantu penulis untuk menghubungkan dengan penerbit mayor. Daaan, terbitlah karyanya di penerbit mayor dan tersebar merata di toko buku seluruh Indonesia.

Jika royalti melimpah yang kau inginkan...
Ketahuilah, Kawan... penulis yang karya-karyanya tersebar di seluruh toko buku itu belum tentu bisa menikmati royalti yang melimpah (kalau mereka tidak promosi ya karyanya ngga ada yang beli. Kalau dalam dua minggu ngga ada yang beli sama sekali, ya karyanya ditarik dari rak, ngga dipajang lagi), apalagi kita yang menerbitkan secara indie dan hanya dipasarkan terbatas via media online. Dan tidak menutup kemungkinan, penulis yang karyanya terbit secara indie, bisa mendapat royalti jauh lebih besar daripada penulis-penulis mayor. Semua tergantung apa? Semua tergantung kita, penulisnya. Jika di penerbit mayor, penerbit memang akan membantu promo, tapi jangan senang dulu. Promosinya juga tidak akan lama, hanya sebentar dan terbatas. Kenapa? karena yang terbit bukan HANYA KARYA KITA. Ada banyak karya lain yang juga antre terbit dan harus segera dipromosikan. Tentunya dengan waktu yang sangat terbatas pula. Bersyukur jika karyamu bisa terbit di penerbit mayor besar, yang selain promo di media online, juga mengadakan bedah buku sekaligus road show demi mempromosikan sebuah karya. Ya, beruntung sekali...

Nah, jika penerbit mayor saja juga memiliki keterbatasan waktu untuk mempromosikan karyamu, apalagi penerbit indie yang notabene sangatlah ‘kecil’ dan ‘kerdil’. Hanya dengan biaya kisaran 300-500 ribu, kamu bisa menerbitkan bukumu dengan fasilitas lengkap. Dengan kisaran biaya segitu, ketahuilah kawan, keuntungan yang mereka dapat juga sangatlah kecil. Biaya tersebut harus disunat berkali-kali untuk cetak buku, biaya pengiriman, packing, jasa desain, jasa layout, dll. Jika kamu berharap naskahmu yang terbit di penerbit ‘kerdil’ tersebut bisa dipromosikan terus-menerus, butuh berapa duit mereka buat isi pulsa modem? Atau bayar tagihan internet. Sampai kapan harus promo, sedangkan di belakang karyamu, masih banyak juga karya-karya lain yang menunggu untuk dipromosikan dan beberapa sedang antre menunggu untuk disentuh, dari naskah asli diolah menjadi sebuah buku fisik.

Mungkin di dalam hati kamu dongkol tidak pernah ada laporan mengenai royalti dari penerbit. Dengan nekad kamu bertanya , ‘royalti saya berapa?’. Perlu kamu tahu juga, kadang-kadang pihak penerbit juga sangat berat sekali menjawabnya. Dibilang belum ada yang beli, tapi kesannya kok ya ngenes bangeet, padahal kenyataannya memang ngga ada yang beli. Jadilah dengan sangat terpaksa, penerbit juga sering berbohong, dijawablah yang terjual dua atau tiga eksemplar, dan penerbit rela ‘rugi’ untuk menyetorkan royalti ‘palsu’ tersebut dalam bentuk pulsa ke nomor penulis.

Jadi... jadi penulis itu kompleks kerjaannya. Ngga cuman sekadar nulis doang, tapi juga ikut menentukan desain cover, revisi, hingga promosi. Kalau yang kalian inginkan adalah berkarya, populer dan royalti melimpah, maka ke-kompleks-kan tugas kalian bakalan nambah berkali-kali lipat. Perlu kita tahu juga, penulis-penulis besar itu juga berangkat dari hal-hal ‘remeh’ yang mereka pelajari dari waktu ke waktu. Beberapa dari mereka juga pasti pernah menerbitkan indie, karya tidak laku, tidak ada royalti, atau bahkan ditolak penerbit berkali-kali, dan sekali publish karya dihujat sana-sini. Semuanya butuh proses. 

Tapi jika kamu merasa bahwa karyamu sudah hebat dan tidak pantas lagi terbit indie, maka jangan sungkan untuk masukkan karya ke penerbit mayor dan jangan pernah takut DITOLAK. Nah, kalo naskahmu sudah di-ACC penerbit mayor, selamat berjuang, karena itu adalah awal perjuangan. Kamu akan tahu, bahwa masuk ke dunia penerbitan yang sesungguhnya itu tidaklah mudah....



0 komentar:

 

Sahabat Oksa

KONTAK SEMENTARA KAMI

KONTAK SEMENTARA KAMI

Yuk, Terbitkan Karyamu!!!