RESTORASI PEMILIHAN UMUM
& PARTAI POLITIK di
INDONESIA
(Mengurai Penyelenggaraan Pemilihan Umum &
Partai
Politik dalam Bingkai Ke-Indonesia-an)
Harga: Rp. 36.000
Penulis : Muhammad
Solikhudin, M.HI.
Editor : SN
Ilmiyah
Tata Letak : Tim Oksana
Cover : Tim
Oksana
Ukuran : 15x23 cm
ISBN 978-602-6235-49-7
CARA ORDER VIA SMS/WA
ketik JUDUL-JUMLAH-NAMA-ALAMAT
kirim ke 083831498380
----
SINOPSIS
Tulisan
ini mencoba mengurai kajian penyegaran penyelenggaraan Pemilihan Umum dan
partai politik dalam bingkai ke-Indonesiaan. Bagi negara Indonesia, yang telah
menetapkan dirinya sebagai negara demokrasi, pemilu adalah keniscayaan. Adapun
parpol dalam senyatanya telah menyita waktu dan pengorbanan besar bagi para
pencipta dan pendukungnya sebelum ia dikenal dan diterima secara luas sebagai
salah satu kelengkapan kehidupan politik manusia kontemporer.
Lalu
akankah demokrasi kita ke depannya semakin membaik? Pertanyaan ini tampaknya
telah menjadi dirkusus bagi semua kalangan dalam menjalani praksis berbangsa
dan bernegara, terkhusus pada negara yang menganut sistem demokrasi. Yang perlu
perhatikan adalah dalam sebuah negara demokrasi, pemilihan umum (Pemilu)
merupakan salah satu pilar utama dari sebuah proses akumulasi kehendak
masyarakat. Pemilu sekaligus merupakan prosedur demokrasi untuk memilih
pemimpin. Harus kita yakini secara bersama, bahwa menurut paradigma masyarakat
beradab di muka bumi ini, pemilu adalah mekanisme pergantian kekuasaan
(suksesi) yang paling aman, bila dibanding dengan cara-cara lain. Sudah barang
tentu jika dikatakan, pemilu merupakan pilar utama dari sebuah demokrasi.
Manakala pemilu yang merupakan pilar utama bagi tumbuh-berkembangnya demokarsi
tercederai, maka dapat dipastikan demokrasi juga mengalami kerumitan. Dari sini
kemudian kita ketahui, bahwa pemilu dan demokrasi telah berjalin-kelindan
antara yang satu dengan yang lainnya.
Dalam
konteks yang lain, partai politik yang merupakan wadah bagi manusia dalam
menjalani aktivitas politik dalam rangka menyejahterakan rakyat telah mengalami penyempitan makna sehingga kampanye-kampanye
parpol yang bernuansa humanistik dan kesejahteraan kepada semua manusia
senyatanya hanya pemanis tanpa makna saja. Tentunya hal ini dilatar belakangi
oleh nilai-nilai keadaban yang kian terkikis, dimana hal itu telah merasuk dan menggeliat dalam diri para
politisi. “Kebenaran” menurut para politisi tapi hal ini justru berbanding
terbalik dengan anggapan masyarakat. Aksioma mereka pun sederhana “bila orang
lain bisa, mengapa saya tidak”. Bila kita cermati hal ini, merupakan pemahaman
yang menyimpang dari sudut pandang nalar sehat dari masa dahulu hingga kekinian.
0 komentar:
Posting Komentar