Tiba-tiba sang penulis memecah kesunyian yang sekejap saja. “Aku
terkena kanker, Kinanti,” kata sang penulis tiba-tiba, tanpa mengubah nada
suaranya.
Kinanti mematung. Dia takut salah dengar. Wajah sang penulis tidak
berubah, semburat senyum masih tersungging di bibirnya. Benarkah yang dia
dengar tadi?
“Kamu tidak salah dengar,” ujarnya lembut, seakan membaca pikiran Kinanti.
“Kanker paru-paru.” Dia menambahkan keterangan itu, seolah Kinanti
membutuhkannya.
“Aku....” Kinanti tak tahu harus berkata apa.
Sang penulis mengangkat tangannya seraya tersenyum. “Kamu tidak
perlu mengatakan apa-apa. Aku tidak minta dihibur, kok. Aku sudah tahu apa yang
ingin kamu katakan dan aku tidak membutuhkannya. Aku hanya ingin kamu tahu
saja, supaya tidak kaget. Aku tidak mau jika suatu hari nanti kamu masuk ke
rumahku dan mendapati aku sudah tidak bernyawa, kamu malah kabur karena takut
dituduh membunuh. Padahal, aku memang sakit,” katanya, sambil terkekeh.
0 komentar:
Posting Komentar